ARTI PAJAK
Yang dimaksud
pajak yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat
dipaksakan dengan tidak mendapat imbal jasa yang langsung dapat ditunjuk dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Sedangkan ada pendapat lain yang
mengatakan bahwa pajak adalah iuran pada negara yang dapat dilaksanakan dan
terhutang oleh yang wajib membayar pajak dengan sesuai peraturan dan tidka
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
Dan masih banyak
lagi definisi yang dikemukakan oleh para ahli perpajakan yang lain. Namun dari
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib dari rakyat
untuk negara sebagai wujud peran serta dalam pembangunan yang pengenaannya
berdasarkan undang-undang dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta
dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.
FUNGSI PAJAK
Ada dua fungsi
pajak diantaranya:
1.
Fungsi
Budgetair
Pajak
sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2.
Fungsi
Pengatur (regulerend)
Pajak
sebagai alat untuk mengtaur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap
minimum keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap
barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
c. Tarif pajak untuk eksport sebesar 0%
untuk mendorong ekspor Indonesia di pasaran dunia.
Karakteristik
dan prinsip pemungutan pajak di indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Pemungutan
pajak merupakan perwujudan dan salah satu peran serta warga negara dan anggota
masyarakat serta wajib pajak dan merupakan kewajiban negara untuk membiayai
keperluan peerintah dan pembangunan nasional.
2.
Anggota
masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung, membayar
dan melapor sendiri pajak yang terhutang (self
assesment) sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan
diharapkan dapat dilaksanakan dengan mudah, tertib dan terkendali.
3.
Tanggung
jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak berada pada anggita masyarakat wajib
pajak itu sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparatur perpajakan (fiskus) sesuai dengan fungsi self assesment berkewajiban melakukan
pembinaan, pengawasan dan penelitian serta pemeriksaan terhadap pelaksanaan
kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang telah digariskan
dlam peraturan.
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pemungutan pajak fiskus memberi
kepercayaan yang penuh kepada masyarakat untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Kemudian adanya kepastian hukum sehingga dapat merangsang
peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal perpajakan.
FUNGSI PAJAK
Fungsi pajak
terbagi menjadi dua:
1.
FUNGSI
BUDGETER
Fungsi
yang terletak disektor publik yang merupakan suatu alat untuk memasukkan uang
sebanyak-banyaknya kedalam kas negara yang pada waktunya dapat digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara. Pajak-pajak ini terutama akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin, dan apabila masih ada sisa (surplus),
maka surplus ini dapat digunakan untuk membiayai investasi pemerintah (publik saving untuk public investment).
2.
FUNGSI
REGULEREND (MENGATUR)
Fungsi mengaturnya pajak digunakan
sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu untuk yang letaknya
diluar bidang keuangan dan fungsi mengatur ini banyak ditujukan terhadap sektor
swasta.kebijakan fiskal sebagai alat pembangunan harus memiliki tuuan yang
simultan yaitu secara langsung menemukan dana-dana yang akan digunakan untuk
publik investment, dan secara tidak langsung digunakan untuk menyalurkan private saving kearah sektor-sektor
produktif, sekaligus digunakan untuk mencegah pengeluaran-pengeluaran yang
menghambat pembangunan. Misalnya melalui kebijakan pembebasan pajak (tax holiday) dan pengenaan PPnBM.
PENGGOLONGAN
PAJAK
A. BERDASARKAN ORGANISASI PENGELOLAANNYA
1. Pajak pusat adalah pajak yang
pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran umum
(negara).
Yang
termasuk pajak pusat yang pengelolaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak, meliputi:
a. Pajak Penghasilan (PPh) yaitu pajak yang
dikenakan atas penghasilan yang dikenakan oleh wajib pajak baik perorangan
maupun badan hukum.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas penyerahan barang dan jasa baik ekspor
maupun impor.
c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu
pajak yang kenakan atas bumi dan bangunan.
d. Bea Materai yaitu pajak yang dikenakan
atas bea materai.
e. Bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan yaitu pajak yang dikenakan atas pengalihan hak atas tanah dan
bangunan.
Pajak yang
pengelolaannya atas Direktorat Jenderal Bea Cukai meliputi:
a. Bea Masuk (UU No. 10 Tahun 1995).
b. Cukai Tembakau dan Cukai lain-lain (UU
No. 11 Tahun 1995).
c. PPN Impor.
Pajak yang
pengelolaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Moneter meliputi:
a. Ditjen Moneter Dalam Negeri yang terdiri
atas pajak ekspor dan penerimaan bukan pajak.
b. Ditjen Moneter Luar Negeri yang terdiri
atas pajak penerimaan atau penghasilan minyak termasuk penerimaan minyak dan
penerimaan lainnya.
2. Pajak daerah adalah pajak yang
pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah daerah guna membiayai
pengeluaran-pengeluaran daerah. Pajak daerah meliputi pendapatan asli daerah
yang terdiri atas:
a. Hasil pajak daerah (pajak pembangunan i,
PKB, BBNKB).
b. Hasil retribusi daerah (parkir, galiang
golongan C).
c. Sumbangan dari pemerintah.
Sumber
pemungutan pajak pusat relatif tidak terbatas sedangkan objek pajak daerah
sangat terbata jumlahnya, artinya objek pajak yang dikenakan oleh negara tidak
boleh lagi dikenakan oleh daerah supaya terhindah dari pengenaan pajak
berganda. Kemudian lapangan pajak daerah adalah lapangan pajak yang belum
dikenakan oleh negara.
Sesuai dengan
pembagian administrasi daerah, maka pajak daerah dapat digolongkan menjadi dua
macam yaitu:
a. Pajak daerah tingat I (Provinsi).
b. Pajak daerah tingkat II
(Kabupaten/Kota).
Pajak yang dapat
dipungut oleh Daerah Tingkat I antara lain:
a. Pajak atas ijin penangkapan ikan di
perairan umum dalam wilayah daerah tersebut.
b. Pajak sekolah yang semata-mata
diperuntukan membiayai pembnagunan rumah-rumah sekolah rakyat yang menjadi
beban pemerintah daerah.
c. Opsen atas pajak (cukai) penjualan
bensin (Pasal 13 UU No. 11 Drt. Tahun 1997).
d. Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Reklame
serta Pajak Hiburan.
B. BERDASARKAN GOLONGANNYA
1. Pajak Langsung
Pajak
langsung adalah pajak yang pembayaran atau pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pada orang lain.
Contoh:
Pajak Penghasilan, Pajak Perseroan dan Pajak Kekayaan.
2. Pajak Tidak Langsung
Pajak
tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya atau pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh:
PPN dan PPnMB, Cukai dan Pita Rokok.
Perbedaan
antara pajak langsung dan pajak tidak langsung
a. Dari segi yuridis
Bahwa
pajak langsung adalah pajak yang secara periodik artinya pajak yang dipungut
secara teratur dalam jangka waktu yang ditentukan misalnya tiap tahun.
Sedangkan pajak tidak langsung merupakan pajak yang dipungut secara insidentil,
artinya pajak hanya dipungut bila terjadi tatsbestand saja.
b. Dari segi ekonomis
Pajak
langsung adalah pajak yang pembayarannya tidak dilimpahkan kepada orang lain
contohnya PBB. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain yang substansinya dan shifting, seperti PPh Pasal
21 atas kekayaan dan PPb 1 (Pajak Pembangunan 1) dengan tarif 10%.
c. Dari lembaga yang menyelesaikan
perselisihan
Pajak
langsung merupakan pajak yang perselisihannya diselesaikan melalui peradilan administrasi
tidak murni yaitu dengan cara mengajukan keberatan kepada hakim doleansi
(Dirjen Pajak), jika masih belum puas dapat minta banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak (MPP). Sedangkan pajak tidak langsung perselisihannya
dilaksanakan dimuka pengadilan negara yang sekarang merupakan Pengadilan
Administrasi Murni.
C. BERDASARKAN SIFATNYA
1. Pajak Subyektif
Pajak
subyektif adalah pajak yang dipangkal pada orang yang dikenakan pajak. Pada
pajak sebyektif dimulai dengan menetapkan orangnya, kemudian baru dicari
obyeknya. Dalam pemungutan pajak subyektif ini harus ada hubungan dengan negara
pemungut pajak dengan subyek pajak. Jadi yang penting adalah subjeknya, yang
dapat dibedakan antara perorangan dan badan usaha.
2. Pajak Obyektif
Pajak
obyektif adalah pajak yang berpangkal pada obyek yang dikenakan pajak dan untuk
mengenakan pajaknya harus dicari obyeknya.
Pada pajak obyektif dimulai dengan obyeknya seperti keadaan, peristiwa,
perbuatan dan lainnya, baru kemudian dicari oarang yang harus membayar pajaknya
yaitu subyeknya. Dalam pemungutan pajak obyektif harus ada hubungan antara
negara pemungut pajak dengan obyek pajak. Pajak obyektif selalu dipungut
berdasarkan asas sumber, sedangkan pajak subyektif selalu dipungut berdasarkan
asas domisili dan asas nasionalitas.
SITEM
PERPAJAKAN NASIONAL
A. HUBUNGAN ANTARA PAJAK DENGAN HUKUM YANG
LAIN.
1. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum
Perdata
Adalah
hubungan timbal balik, artinya disatu pihak Hukum Pajak banyak menggunakan
istilah yang lazim digunakan dalam Hukum Perdata. Namun tidak jarang pula Hukum
Pajak menggunakan istilah yang menggunakan arti berlainan dengan Hukum Perdata.
Misalnya pengertian domisili dalam Hukum Pajak ditentukan oleh keadaan,
sedangkan dalam Hukum Perdata adalah tempat dimana seseorang biasanya tinggal atau
merupakan pusat kediamannya. Hukum Pajak merupakan lex spesialis dari Hukum Perdata yang merupakan lex generalis.
2. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
a. Dalam Hukum Pidana dianut prinsip, bahwa
yang dapat dijatuhi hukum pidana adalah orang yang melakukan tindakan pidana,
sehingga badan-badan tidak dapat dijatuhi hukuman, namun dalam Hukum Pajak
badan hukum dapat dijatuhi hukuman pidana yang berupa denda.
b. Dalam Hukum pidana dinyatakan bahwa hak
menuntut hilang, karena meninggalnya tersangka. Ketentuan ini tidak berlaku
terhadap tuntutan pidana yang diancamkan dalam Hukum Pajak.
B. HUKUM PAJAK MATERIL DAN HUKUM PAJAK
FORMIL
Dalam setiap undang-undang hukum
pajak baik materil maupun hukum formil dapat berdampingan, walaupun dalan
undang-undang yang terpisah.
1. Hukum Pajak Materil
Hukum
pajak materil menurut norma-norma yang menerangkan:
a. Keadaan, perbuatan dan peristiwa hukum
yang harus dikenai pajak (obyek pajak/tatbestand)
atau sasaran yang akan dikenai pajak.
b. Siapa yang harus dikenai pajak (subyek
pajak).
c. Berapa besar pajaknya.
Dalam kata lain,
hukum pajak materil adalah norma-norma yang menerangkan obyek pajak, subyek
pajak dan besarnya pajak yang terhutang juga termasuk didalamnya:
a. Peraturan yang memuat tentang bunga,
kenaikan dan denda.
b. Peraturan tentang hukuman terhadap
pelanggaran ketentuan pajak.
c. Peraturan tentang tata cara pembebasan
dan pengembalian pajak.
d. Peraturan tentang hak mendahului dari
fiskus.
2. Hukum Pajak Formil
Hukum
pajak formil adalah norma-norma mengenai cara-cara untuk menjalankan hukum pajak
materil menjadi suatu kekayaan. Hukum pajak formil menurut ketentuan-ketentuan
antara lain:
a. Tentang kewajiban para wajib pajak.
b. Tentang kerahasiaan keterangan yang
sudah disampaikan oleh wajib pajak kepada petugas pajak.
c. Tentang tata cara pemungutan dan
pembayaran pajak.
d. Tentang pengawasan yang harus dilakukan
oleh aparat pajak yang terhutang dibayar.
C.
ALASAN PEMBUATAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN
Tax reform atau lebih dikenal dengan reformasi atau perubahan
terhadap undng-undang perpajakan dilakukan untuk memenuhi perkembangan zaman
karena system perpajakan yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan
sekarang ini. System perpajakan yang lama khususnya mengenai pajak langsung
yang berlaku sebelum berlakunya pembaharuan system perpajakan nasional disebut
dengan system official assessment, artinya setiap wajib pajak dalam setiap
tahun pajak harus ditetapkan pajaknya oleh petugas pajak, sedangkan berdasarkan
perundang-undangan pajak yang baru, setiap wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menatapkan sendiri pajaknya, system yang dikenal dengan sebutan self
assessment.
D.
CIRI-CIRI DARI SISTEM PERPAJAKAN YANG BARU
Ciri-ciri dari
system perpajakan yang baru adalah:
1.
Kesederhanaan
2.
Peniadaan pajak ganda
3.
Pemerataan dalam pembebanan
4.
Kepastian hukum
5.
Menutup peluang penggelapan pajak
E.
PERUBAHAN PERUNDANG-UNDANG PERPAJAKAN
Pajak merupakan
salah satu pemungutan, mengandung unsur pengalihan kekayaan dari sector public,
sehingga harus dipungut berdasarkan undang-umdang. Pengalihan dapat terjadi
dengan seijin pemilik atau dapat pula tanpa seijin dari pemilik atau dapat pula
tanpa seijin dari pemilik. Jika negara memungut pajak tanpa seijin pemilik,
maka dapat dikatakan sebagai tindakan perampasan. Untuk itu pemungutan harus
berdassarkan undang-undang. Hal ini mengandung makna bahwa ketetapan yang
dibuat berdasarkan undang-undang diartikan sudah mendapat ijin dari pemilik
yang mereka percayakan kepada wakil-wakilnya di DPR, karena undang-undang
dibuat oleh pemerintah dengan mendapat persetujuan dari DPR.
1.
Dasar Hukum Pemungutan pajak
Dasar hukum dan ketentuan konstitusional dari
pemungutan pajak di Indonesia adalah:
a.
Pasal 23 ayat 2, UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala pajak untuk
keperluan negara harus berdsarkan undang-undang.
b.
Pasal 16 ICW 1925 (Indonesiache Compatibiliteitswet),segala
pemungutan pajak, kenaikan pajak, pengurangan pajak, penghapusan pajak, tidak
dapat dijalakan sebelum jumlah uang yang menjadi akibatnya dimasukkan dalam
Anggaran Pendapatan Negara. Jadi segala pemungutan pajak harus berdasarkan
undang-undang.
c.
Undang-undang Perpajakan setelah pembaharuan tahun 1983 sampai sekarang
diantaranya:
·
UU No. 9 Tahun 1994 (KUT) menjadi UU No. 16 tahun 2000 kemudian menjadi
UU No. 28 tahun 2007
·
UU No. 10 tahun 1994 (PPh) menjadi UU No. 17 tahun 2000 kemudian menjadi
UU No. 36 Tahun 2008
·
UU No. 11 Tahun 1994 (PPN) menjadi UU No. 18 Tahun 2000 kemudian menjadi
UU No. 42 Tahun 2009
2.
Cara Pengenaan Pajak
a.
Sasaran pengenaan pajak
1)
Pajak dikenakan pada sumber yang mengeluarkan yang disebut pajak atas
sumber. Pajak yang dikenakan pada sumbernya mudah masuknya lazimya sumber itu
adalah: Badan yang menghasilkan hasil, diberi hak untuk pemotongan atau hasil
yang akan dibayarkan. Badan yang melakukan pemotongan pajak bertindak sebagai
perpanjangan tangan pemerintah, dan harus menyetorkan pajak itu pad akas
Negara.
Contoh: Pajak atas gaji, upah dan honorarium serta
PPN.
2)
Pajak yang dikenakan pada subyek yang menerima atau mendapat
penghasilan. Pajak-pajak yang dikenakan pada subyek (baik perorangan maupun
badan) yang menerimanya, dikenakan dengan Surat Ketetapan Pajak dalam
pemaukannya tidak semua pajak atas sumber diatas.
Contoh: Pajak Penghasilan dan Pajak Kekayaan.
b.
Surat pengenaan pajak atau saat pemungutan pajak
1)
Pajak dipungut dimuka (Voorherffing)
Artinya pajak dikenakan pada permulaan tahun, jadi
pajak ini dipungut sebelum tahun pajak yang bersangkutan berakhir.
Contoh: Pajak Pendapatan dan Pajak Persroan.
2)
Pajak Dipungut Dibelakang (Naheffing)
Pajak yang dikenakan dibelakang lazimya adalah pajak
yang didasarkan pada stelsel riil, jadi pajak dipungut setelah berakhirnya
tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Pendapatan dan Pajak Perseroan
c.
Stelsel pajak
Stelsel pajak tidak dapat dipisahkan dengan saat dan
cara pengenaan pajak, dan setiap macam pajak selalu dipungut berdasarkan
stelsel atau system pajak tertentu. Ada 3 macam stelsel pajak, yaitu:
1)
Stelsel Riil
Adalah system pengenaan pajak, yang mengenakan pajak
atas penghasilan yang sebenarnya didapat atau diperoleh dalam satu tahun pajak.
2)
Stelsel Fiksi
Pajak dikenakan atas suatu penghasilan yang besarnya
ditentukan berdasarkan suatu fiksi atau anggapan.
d.
Sistem Pemungutan Pajak
System pemungutan pajak di Indonesia terdiri dari
beberapa jenis yang meliputi:
1)
System self assessment, yaitu
system perhitungan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri, seperti pajak
penghasilan.
2)
Official assessment system, yaitu
perhitungan atau penetapan pajak yang dilakukan oleh petugas pajak, seperti PBB
dan pemerikasaan pajak serta penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
3)
Withholding assessment system, perhitungan
atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga seperti perhitungan PPh
pasal 21 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
3.
Kewajiban Penagihan Pajak
a.
Kewajiban pajak
Wajib pajak wajib membayar pajak, jika dipenuhi
persyaratan subyektif dan obyektif.
b.
Persyaratan subyektif
Wajib pajak yang memenuhi persyaratan subyektif maka
dapat dikatakan bahwa wajib pajak tersebut baik orang maupun badan memenuhi
kewajiban pajak subyektif.
Kemudian kapan dimulainya atau timbulnya kewajiban
pajak subyektif dapat dikelompokkan dalam 2, yaitu:
1)
Kewajiban pajak subyektif bagi wajib pajak dalam negeri. Kewajiban
dimulai:
a)
Pada saat wajib pajak dilahirkan
b)
Pada saat seseorang berniat untuk tinggal di Indonesia
c)
Sejak badan mendapat status sebagai badan hukum
2)
Kewajiban pajak subyektif bagi wajib pajak luar negeri, kewajibannya
dimulai sejak orang atau badan mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia.
c.
Persyaratan obyektif
Syarat obyektif adalah mengenai sasaran yang akan
dikenakan pajak atau sebagai obyek pajak. Setiap orang atau badan usaha yang
telah memenuhi kewajiban pajak obyektif. Tentang kapan kewajiban pajak obyektif
dimulai, yaitu apabila wajib pajak mempunyai penghasilan yang melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak . untuk dapat dikenakan pajak, maka kedua syarat
tersebut harus dipenuhi sekaligus pada saat bersamaan.
d.
Penagihan Pajak
Untuk menjamin pemasukan ke kas Negara, maka pajak
ditagih secara paksa, tetapi sebelum cara ini dilakukan cara-cara penagihan
yang besifat pasif adalah:
1)
Dengan memberikan peringatan
2)
Dengan memberikan surat teguran
3)
Dengan memberikan kesempatan untuk mengangsur pembayarannya.
Di dalam hukum pajak penagihan secara paksa dapat
dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
1)
Paksaan yang bersifat langsung
Yaitu instansi pajak dapat melakukan penagihan dengan
surat paksa dan penyilatan sederhana.
2)
Paksaan yang bersifat tidak langsung
Yaitu berupa penyanderaan dengan penyitaan atas badan
orang yang berhutang.
KAPAN TERJADI DAN HAPUSNYA HUTANG PAJAK
A.
TERJADINYA HUTANG PAJAK
Ada 2 ajaran
tentang terjadinya hutang pajak, yaitu:
1.
Ajaran Materiil
Hutang pajak timbul karena undang-undang pada saat
terjadinya talbestend (pendapatan) yang ditentukan oleh undang-undang.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Materai
2.
Ajaran Formil
Hutang pajak timbul karena undang-undang pada saat
dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Jadi hutang pajak timbul karena
undang-undang dan perbuatan manusia.
Contoh: Pajak Bumi dan Bangunan
B.
HAPUSNYA HUTANG PAJAK
Dalam membahas
hutang pajak, dari ketentuan mengenai hapusnya perikatan dalam KUHP, ternyata
hanya beberapa cara yang diterapkan bagi hapusnya hutang pajak, antara lain:
1.
Pembayaran
2.
Kompensasi
3.
Daluwarsa atau lewat waktu
4.
Pembabasan
5.
Karena penghapusan utang pajak
PERLAWANAN PAJAK
Dalam prakteknya, wajib pajak sering melakukan berbgai
upaya untuk mengecilkan pajak yang dibayar. Berbagai upaya tersebut dapat
berupa legal maupun tidak legal. Yang legal mislnya dengan penerapn konsep
biaya yang diperkenankan dan biaya yang tidak diperkenankan. Sedangkan yang
tidak legal adalah dengan sengaja menghilangkan data keuangan. Secara umum
tindakan yang dilakukan untuk mengelakkan dari data pajak adalah sebagai
berikut:
a.
Perlawanan Pasif (Tax Avoidance), yaitu penghindaran pajak dengan
cara-cara yang legal dan diperbolehkan menurut peraturan perpajakan melalui
celah-celah atau peluang dalam pelaksanaan peraturan perpajakan sehingga pajak
yang dibayar menjadi kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar